
SOE, DISKOMINFO– Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tidak semena-mena mengajukan formasi. Saat ini, untuk pengadaan CPNS, pemerintah dituntut menganalisa beban kerja CPNS yang akan direkrut.
Pemerintah juga dituntut untuk menjabarkan secara rinci pekerjaan-pekerjaan yang akan dikerjaan oleh CPNS yang direkrut degan ketentuan seorang CPNS harus dibebankan pekerjaan di atas 1.000 beban dalam satu tahun.
“Karena kami dituntut untuk menjabarkan secara terperinci, sehingga sampai saat ini Tim Analisa Jabatan (Anjab) dan Analisa Beban Kerja (ABK) masih bekerja untuk menghitung beban kerja setiap jabatan CPNS. Jika dalam kajian satu jabatan beban kerja di atas 1.000 baru bisa diajukan untuk membuka formasi. Tetapi jika beban kerja kurang dari 1.000, maka tidak bisa buka formasi CPNS,” papar Sekda TTS, Marthen Selan saat dikonfirmasi wartawan di Kantor Bupati TTS, pekan kemarin.
Dikatakan, Tahun 2017, Kabupaten TTS melakukan merger terhadap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sehingga harus disesuaikan dengan PP Nomor 18/2016 yang sebelumnya diatur dalam PP Nomor 41/2007 tentang OPD. Hal itu juga dijabarkan dalam Kepres Nomor 100/2004 tentang jabatan fungsional terjadi perubahan yang dijabarkan dalam Permendagri Nomor 26/2016 tentang jabatan fungsional umum dan teknis.
Dikatakan, penerimaan CPNSD sebelumnya dibatasi Anjab dan ABK yakni pada 30 April, tetapi penghitungan beban kerja yang dituntut untuk dilakukan analisa secara terperinci terkait beban kerja yang akan dilakukan CPNS yang hendak direkrut yakni menghitung beban kerja di atas 1.000 beban kerja dalam setahun, sehingga sampai saat ini tim Anjab dan ABK yang dibagi dalam empat kelompok belum rampung menyelesaikan pekerjaan.
Karena itu, pemerintah pusat memperpanjang waktu kerja Anjab dan ABK hingga tanggal 20 Mei mendatang. “Baru DKI saja yang sudah masuk. Selain itu masih dilajukan Anjab dan ABK,” katanya.
Penghitungan dan pengkajian beban kerja CPNS di TTS dibagi dalam empat tim untuk melakukan analisa terhadap 67 OPD yang ada di TTS serta Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) seperti tingkat SD 504 UPTD dan 147 UPTD tingkat SMP. Khusus untuk guru, dilakukan analisa per mata pelajaran. Jika dalam analisa satu jabatan guru terdapat 1.000 lebih beban kerja yang dapat dikerjakan dalam satu tahun, maka akan dibuka formasi. Tetapi jika dalam analisa beban kerja tidak mencapai 1.000 lebih dalam satu tahun, maka tidak bisa diadakan tenaga.
“Semua beban kerja dirincikan secara detail misalnya jam tujuh kerja apa dan seterusnya hingga jam kerja selesai. Jadi tidak ada lagi PNS yang akan berkeliaran lagi saat jam kerja,” tegas Marthen.
Untuk sekolah sekarang diatur dalam Permendagri Nomor 12/2017 pada Kasubag Keuangan di sana membutuhkan tenaga akuntansi dan IT. Sementa untuk sekolah-sekolah lembaga pengelolaan keuangan ditingkatkan menjadi UPTD sesuai dengan amanat Permendagri Nomor 21/2017 sehingga membutuhkan tenaga akuntansi. Hal ini dilakukan agar guru-guru tidak disibukan lagi untuk mengurus keuangan seperti dana BOS dan sebagianya, sehingga guru-guru difokuskan untuk mengurus pelaksanaan KBM.
“Nah, jika demikian, maka untuk SD saja butuh tenaga akuntansi sebanyak 504, tetapi itu harus dihitung beban kerjanya agar dalam satu tahun bisa melaksanakan beban kerja di atas 1.000, yang dijabarkan dalam setiap jam kerja. Jadi memang membutuhkan waktu untuk mengkaji dan menyusun beban kerja secara rinci. Tapi mudah-mudahan minggu depan sudah selesai, sehingga bisa diajukan ke pemerintah pusat,” pungkas Marthen. (**)
Komentar Anda
Berita Umum ini ditulis pada 02 Juli 2018 oleh admin